27 March 2012

Mengapa Aku Begitu Memuja Hujan.

Pernahkah terbersit dalam pikiran:
sesungguhnya apa yang nikmat di saat kita menjadi basah dan diserang kepanikan karena hujan?

Ada sesuatu yang memikat saat kita memandang hujan jatuh bergegas menuju tanah, ada cipratan yang indah saat hujan mulai bermain kejar-kejaran dan seakan mengejek para pengguna jalan.

"Nih, rasakan pukulanku. Berteduhlah jika engkau takut kena flu!"

Hujan dapat membuatku berhenti marah, aku pikir, biarkan saja hujan yang marah sepuasnya bersama temannya, sang petir, yang hobi mengumbar teriakan-teriakan. Biarkan saja mereka menghempaskan badan ke bumi agar segala yang layu menjadi tegak dan tertawa kembali.

Hujan itu ajaib. Ia dapat membuatku lupa terhadap luka, tetapi kadang sebaliknya, membuatku luka karena yang seharusnya terlupa menjadi teringat kembali. Tapi siapa yang bisa menolak aroma hujan? Segar dan membuat imajinasi lebih jernih, bahkan aku pikir hujan memang diciptakan untuk mempermainkan otak dan pikiran. Membuat sakit hati menjadi inspirasi, dan mendorongku lebih berani mencintai tanpa perlu takut jatuh berkali-kali.

Sebab itulah hujan, ia datang dengan marah tapi setelah pergi ia justru menghadiahi pemandangan paling bernyawa: pelangi


~ Surabaya. 27 Maret 2012

0 comments:

Post a Comment